tiga kerajaan besar islam

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa kejayaan islam dibagi menjadi tiga periode, periode pertama adalah zaman klasik kemudian berlanjut pada abad 15 smpai 18 masehi dimana dinamakan abad pertengahan dan abad modern yaitu 1800 masehi sampai sekarang.  Islam pada abad pertengahan memiliki tiga kerajaan yang terkenal diantaranya adalah turki usmani, kerajaan mughal di india dan kerajaan syafawiyah di persia.
Kerajaan-kerajaan tersebut menguasai wilayah yang luas dan mampu bertahan sekian lama. Selain itu kerajaan tersebut mampu bertahan pada saat islam mulai mengalami kemunduran akibat berkembangnya daerah eropa atau resainance.
Sebagai seorang muslim  kita dituntut untuk beajar dari masa lalu untuk dapat mengambil pelajaran dari kisah mereka oleh karena itu kali ini penulis akan membahas mengenai kerajaan tersebut beserta tingkat kemajuan serta sebab-sebab kemunduran agar pembaca dapat mengambil pelajaran dari kerajaan terseebut. Seperti dalam ayat :
                                                                           
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ
 
            
  Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? [Qaaf/50: 36].


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TURKI USMANI
1. Asal usul kerajaan turki usmani
Nama kerajaan Usmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah.[1] Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah.
Pada abad ke-13 M, mereka mendapat serangan dan tekanan dari Mongol, akhirnya mereka melarikan diri ke Barat dan mencari perlindungan di antara saudara-saudaranya yaitu orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia kecil.[2] Dibawah pimpinan Orthogul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka inilah, Bizantium dapat dikalahkan. Kemudian Sultan Alauddin memberi imbalan tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibukota.[3]


2. perkembangan kerajaan turki usmani
Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Ertagrol adalah pemimpin kerajaan turki yang merupakan wilayah pemberian sultan alaudin II yaitu didaerah ikhisyar. Setelah ertagrol meninggal kepemimpinan diambil ali oleh usman bin ertagrol, dan usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan turki usmani. Usman juga banyak berjasa kepada sultan alaudin II yaitu dengan menduduki benteng bizantium yang dekat kota broessa. Usman sendiri memerintah mulai tahun 1290 sampai 1326 masehi.
Tahun 1300 M, bangsa mongol menyerang kerajaan saljuk dan sultan alaudin II terbunuh. Kerajaan saljuk akhirnya terpecah menjadi kerajaan kecil-kecil, begitu pula usman, ia memisahkan diri dan menyatakan berdirinya kerajaan turki usmani. Ia menamakan dirinya sebagai padisyah al usman (raja besar keluarga usman) pada tahun 699 H atau 1300 M. Setelah itu kerajaan turki usmani mampu menaklukkan kerajaan lain hingga perbatasan bizantium dan menaklukkan broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M daerah tersebut dijadikan sebagai kota kerajaan turki usmani.
Setelah Usman mengumumkan dirinya sendiri sebagai Padyisah Al-Usman (Raja Besar Keluarga Usman), dia mulai memperluas wilayahnya dengan cara mengirimkan surat kepada pemimpin daerah sekitarnya yang berisi 3 pilihan, yaitu tunduk dan memeluk agama Islam, membayar jizyah, atau diperangi. Untuk mendukung hal itu, anak Usman, Orkhan yang saat itu menjabat sebagai panglima perang membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan Yeniseri. Pasukan tersebut merupakan tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk islam. Para pasukan Yeniseri tersebut dididik dengan keras. Mereka diwajibkan belajar ilmu-ilmu  dunia dan juga ilmu-ilmu agama. Mereka juga dididik oleh para tentara-tentara yang sudah berpengalaman, sehingga tak diragukan lagi kemampuan fisik mereka jauh diatas tentara-tentara lainnya.[4]
Meskipun baru didirikan, Dinasti Usmani begitu kuat dan sangat ditakuti. Banyak dari mereka yang tunduk dan memeluk islam, sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada pula yang bersekutu dengan suku Tartar untuk melawannya. Usman pun tak gentar menghadapinya, dan akhirnya berhasil menaklukkan musuh-musuhnya. Usman beserta anaknya, Orkhan, menyerang daerah barat Bizantium hingga selat Bosphorus. Daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki Dinasti Usmani.[5]
Ekspansi yang lebih besar terjadi pada masa Sultan Murad I. Di masa ini, Dinasti Usmani berhasil menguasai Balkan, Andrianopel (sekarang bernama Edirne, Turki), Macedonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh wilayah Yunani. Melihat kemenangan yang diraih Sultan Murad I, kerajaan-kerajan Kristen di Balkan dan Eropa timur menjadi murka. Mereka lalu menyusun kekuatan yang terdiri atas Hungaria, Bulgaria, Serbia, Transylvania, dan Wallacia (Rumania) untuk menggempur pasukan Usmani. Meskipun Sultan Murad I gugur dalam pertempuran, pihak Usmani tetap meraih kemenangan. Ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putranya, Bayazid I. Pada tahun 1931, pasukan Bayazid I dapat merebut benteng Philadelpia dan Gramania atau Kirman (Iran). Dengan demikian, Dinasti Usmani secara bertahap tumbuh menjadi kerjaaan besar. [6]
Puncak ekspansi Dinasti Usmani yaitu pada masa Sultan Muhammad II yang dikenal dengan gelar Al-Fatih (sang penakluk). Pada masanya, dilakukan ekspansi secara besar-besaran. Kota penting yang ditaklukkannya yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad Al-Fatih masih berumur 17 Tahun ketika menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453. Setelah memasuki kota, Sultan Muhammad Al-Fatih mengganti nama kota menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibukota Dinasti Usmani. Sultan juga mengubah gereja terbesar dan termegah waktu itu, Hagia Sophia, menjadi masjid.[7]
Ada lima faktor yang menyebabkan Dinasti Usmani berhasil melakukan perluasan wilayah-wilayah Islam. (1) Kemampuan orang-orang turki dalam strategi perang yang dikombinasikan dengan cita-cita memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). (2) Sifat dan karakter orang-orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan tujuan penyerangan. (3) Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam. (4) Letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan. Istambul terletak di antara dua benua dan dua lautan, dan pernah menjadi pusat kebudayaan Macedonia, Romawi Timur, maupun Yunani. (5) Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya sedang dalam kekacauan, sehingga memudahkan penaklukannya.[8]
3. Kemajuan yang dicapai pada Masa Turki Usmani
Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaan Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah. Karena mereka lebih mengutamakan dalam bidang militer dan perluasan wilayah, sehingga kita tidak dapati ilmuwan yang terkenal dari Turki Utsmani.
Sedangkan dalam bidang kebudayaan, kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan antara kebudayaan Bizantium, Persia dan Arab. Karena bangsa Turki sangat mudah berasimilasi dengan budaya asing. Bahkan bahasa arab banyak dipakai di Asia Kecil yang mayoritas daerahnya dikuasai Turki.
Seperti seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Mesjid Jami’ Muhammad al-Fatih, mesjid agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al- Anshary dan masjid Aya Sophia yang dulu asalnya dari gereja St. Sophia, merupakan peninggalan arsitektur yang dikagumi sampai saat ini. Hoja Sinan (1490-1578 M) adalah tokoh terbesardalam bidang arsitektur ini.[9]
Untuk kehidupan keagamaan, agama merupakan bagian dari sistem sosial politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini tarekat berkembang pesat. Al Bektasi dan Al Maulawi merupakan dua tarekat yang paling besar. Al Bektasi berpengaruh terhadap tentara Yenisari, sedangkan Al Maulawi berpengaruh besar terhadap kelompok penguasa sebagai imbangan dari kelompok Yenisari Bektasi.[10]
Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti.Para penguasa cenderung untuk menegakkan satu paham (madzab) keagamaan dan menekan madzab lainnya. Sultan Abd al Hamid II, misalnya fanatik terhadap aliran asy’ariyah. Untuk mempertahankan madzabnya, ia memerintahkan Syaikh Husein Al Jisri menulis kitab Al Hushun Al Hamidiyah (Benteng pertahanan Abdul Hamid).Akibat fanatik yang berlebihan inilah, ijtihad menjadi tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan), dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada.[11] Demikianlah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Utsmani terutama di bidang militer, karena tidak terlepas dari tabiat orang Turki yang terbiasa hidup nomaden, jiwa militer, tangguh dan patuh terhadap pimpinan.

4. Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal sejak wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-penggantinya seperti Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M), Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I (1617-1618 M), dan seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan yang pernah dicapai kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya.
Faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut :
1.      Karena amat luasnya kekuasaan Turki Usmani, administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain pihak memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas, malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun negara.
2.      Beragamnya penduduk, baik ditinjau dari suku, budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam pula.
3.      Karena lemahnya para penguasa sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga membuat Negara hancur dan melemah.
4.      Maraknya budaya 'pungli' dikalangan para pejabat yang ingin naik jabatan, sehingga pudarlah moral para penguasa Turki.
5.      Akibat pemberontakan tentara Jenissari yang semula mendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi berbalik menyerang Turki Usmani.
6.      Merosotnya perekonomian karena banyaknya peperangan.
7.      Akibat terhentinya kegiatan ilmu pengetahuan.

4. Pemikiran Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa Kemal Attaturk pada awalnya setia kepada kerajaan Turki Usmani. Namun Pendiriannya kemudian berubah. Ia menganggap kerajaan Turki Usmani tidak dapat lagi dipertahankan akibat salah urus dan kalah perang. Mustafa kemal Attaturk mulai mengembangkan paham nasionalisme Turki dan menginginkan diakhirinya kerajaan turki Usmani. Tanggal 29 Oktober 1923, Republik Turki diproklamasikan dan Attaturk menjadi presiden pertama. Jabatan ini dipangkunya hingga akhir hayatnya. Setelah menjadi Presidan Turki, Attaturk mengubah Turki menjadi Negara sekuler dan menutup semua lembaga keagamaan Islam, termasuk sistem pendidikan agama tradisional. Selain itu, upayanya dalam menjajarkan budaya Turki dengan budaya Barat, ia menganjurkan agar rakyat Turki mengenakan pakaian barat dan mencantumkan nama keluarga sebagaimana yang berlaku di Barat.
Kebenciannya attaturk terhadap kekhalifahan Turki Usmani terwujud ketika ia menjadi penguasa Turki. Attaturk melakukan program-program sebagai berikut:
1.      Membangun negeri Turki dengan bentuk pemerintahan sistem republik dan menghapuskan sistem kekhalifahan;
2.      Menghapus hak dan fasilitas sultan serta mengusir khalifah beserta keluarganya ke luar negri;
3.      Mendatangkan undang-undang positif buatan Eropa;
4.      Menghapus huruf Arab dan menggantinya dengan huruf latin;
5.      Membangun sekolah-sekolah yang mengajarkan tarian Timur dan tarian Barat

2.2 KERAJAAN MUGHAL
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Kerajaan ini termasuk dari tiga kerajaan besar Islam dan kerajaan inilah termuda. Awal kekuasaan Islam di India terjadi pada masa khalifah Al-walid dari Dinasti Bani Umayah, di bawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim.[12]
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya, di dirikan oleh Zahirrudin Babur ( 1482-1530 M ) salah satu dari cucu Timur lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya pada Usia 11 tahun. Karena dari kecil di didik sebagai seorang panglima, ia bertekad dan berambisi akan menaklukan kota terpenting di Asia Tengah yaitu Samarkand. Pada mulanya Babur mengalami kekalahan, tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi kala itu yaitu Ismail I, akhirnya berhasil menaklukan Samarkand (1494 M). Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul (Afganistan).[13] Babur juga mampu menguasai Punjab (1525 M), kemudian menguasai Delhi setelah bertempur di Panipat sebagai pemenang. Dengan demikian, Babur dapat menegakkan pemerintahannya di sana, maka berdirilah kerajaan Mughal di India(1525M).
2. kejayaan kerajaan mughal
Masa kejayaan Mughal dimulai pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605). dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya. Akbar menggantikan ayahnya, pada saat ia berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa pemerintahannya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadilah peperangan dahsyat, yang disebut Panipat I tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh. Setalah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia dapat menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.[14] Hal itu membuat kerajaan Mughal menjadi sebuah kerajaan besar. Wilayah Kabul dijadikan sebagai gerbang ke arah Turkistan dan kota Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia. Akbar berhasil menerapkan bentuk politik sulakhul (toleransi universal), yaitu politik yang mengandung ajaran bahwa semua rakyat India sama kedudukannya, tidak dapat dibedakan oleh etnis atau agama. Keberhasilan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh penerusnya yang bernama Jehangir, Syah Jehan dan Aurangzeb yang mana mereka memang terhitung raja-raja yang besar dan kuat. Segala macam pemberontakan dapat dipadamkan, sehingga rakyat merasa aman dan damai.
Pada masa Syah Jehan banyak pendatang Portugis yang bermukim di Hugli Bengala, menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepada mereka dengan jalan menarik pajak dan menyebarkan agama KRISTEN. Kemudian Syah Jehan meninggal pada tahun 1658 M dan terjadinya perebutan tahta kerajaan di kalangan istana. Mughal terpecah menjadi beberapa bagian. Shuja menobatkan dirinya sebagai Raja di Bengala. Murad menobatkan dirinya sebagai Raja di Ahmadabad. Shuja bergerak memasuki pemerintahan di Delhi. Namun pasukan Aurangzeb berhasil mengalahkannya pada tahun 1658 M. kemudian Aurangzeb memerangi pasukan Murad dan dimenangkan oleh Aurangzeb. Oleh karena itu, Aurangzeb secara resmi dinobatkan menjadi Raja Mughal. Langkah pertama yang dilakukan oleh Aurangzeb menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran barangbarangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Kemantapan stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang diterapkan Akbar membawa kemajuan dalam bidang-bidang yang lain. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, perrtambangan dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke Eropa, Afrika, Arabia dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak di produksi di Bengal dan Gujarat. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.[15]
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya sastra gubahan penyair istana, berbahasa Persia dan India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, dengan karyanya berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari.

3. Kemajuan Kerajaan Mughal
Kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mughal merupakan sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan membangun peradaban Islam di India.
Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain :
1.      Bidang Politik dan Militer
Sistem yang menonjol adalah politik sulh e-kul atau toleransi universal,yaitu pandangan yang menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah sama. Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam. Dalam urusan pemerintahan, pada masa Akbar menyusun pentadbiran secara teratur yang jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukan India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan Akbar.[16]
Di bidang militer, pasukan Mughal dikenal sebagai pasukan yang kuat. Akbar Khan menjalankan pemerintahan bersifat militeristik, pemerintahan pusat dipimpin oleh raja; pemerintahan daerah dipimpin oleh kepala komandan (Sipah salat); dan pemerintahan sub-daerah dipimpin oleh komandan (Faudjat) (1). Di samping itu, Akbar pun membentuk Din Ilahi dan juga mendirikan Mansabdhari (lembaga pelayanan umum yang berkewajiban sejumlah pasukan).[17]
a.    Bidang Ekonomi
Kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama untuk
tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping pertanian, pemerintahan juga memajukan industri tenun, pertambangan dan perdagangan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil industri ini banyak diekspor ke luar negeri seperti Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara bersaman dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahn gordyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi,Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.[18]
b.    Bidang Seni dan Arsitektur
Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan sejarah yang ditinggalkan periode ini adalah Tajmahal di Aqra, Benteng Merah, Jama Masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Sementara dalam bidang sastra yang paling menonjol adalah karya gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Pada masa Akbar berkembang  bahasa urdu, yang merupakan perpaduan dari berbagai bahasa yang ada di India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan dibangun mesjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra,Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.[19]

c.         Bidang Ilmu Pengetahuan
Di bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa nasional, yaitu bahasa arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana kesusastraan. Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan sebuan Fatwa-Alamgri.
4. Masa Kemunduran Kerajaan Mughal
Ada beberapa factor yang menyebabkan kekuasaan dinasti mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancuran pada tahun 1858 M. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:[20]
  1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritime Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan Mughal sendiri.
  2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang Negara.
  3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
  4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.       



2.3. KERAJAAN SYAFAWI
1. asal mula kerajaan syafawi
Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, Sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yang berasal dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Safawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik.[21]
   Safi al Din Al Ardabily adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah. Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth dan menjadikan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad.[22] Sejak Safi Al Din mulai memimpin tarekat safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan safawi pada tahun 1501, tarekat safawi mengalami dua fase dalam perjuangannya :
1) Pada masa 1301-1447 M (700-850 H), gerakan safawi masih murni gerakan keagamaan (kultural) dengan tarekat safawiyah sebagai sarana. Pengikutnya menyebar dari Persia, Syiria dan Anatolia.
2) Pada masa 1447-1501 M tarekat safawi berubah menjadi gerakan politik (struktural), dengan pemimpinnya Junaid bin Ali. Perubahan terjadi dikarenakan ambisi politik pada diri Junaid. Karena Junaid seorang pemimpin tarekat, maka pengikutnya pun dijadikan pasukan yang diberi nama Qizilbas ( surban merah yang berumbai dua belas sebagai simbol Syiah Imamah Dua Belas). Tapi usaha Junaid masih mengalami kegagalan dalam meraih ambisinya karena selalu gagal dalam menaklukkan beberapa daerah seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun 1460 M mati terbunuh. Kemudian digantikan anaknya yang bernama Haidar, tapi belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya yang paling kecil bernama Ismail. Setelah berhasil menaklukkan kota Tabriz, Ismail kenudian memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi, dengan Syiah Itsna asyariah sebagai ideologi negara pada tahun 1501 M .

2. Kemajuan Dinasti Syafawi
          Kemajuan peradaban dinasti safawiyah tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan dalam berbagai bidang:
1.    Bidang keagamaan
Pada masa Abbas,dalam bidang keagamaan yang menanamkan sikap toleransi terhadap politik keagamaan tau lapang dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi paksaan bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya.[23]
2.         Bidang arsitektur
Kerajaan safawi telah berhasil menciptakan isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas zende rud, dan istana chihil sutun. Dalam kota isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.
3.         Bidang ekonomi
Kerajaan syafawi pada massa Abbas 1 ternyata telah memacu perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah kepulauan hurmuz di kuasai dan pelabuhan gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Yang merupakan salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya telah menjadi milik kerajaan syafawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan syafawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur.
4.         Bidang ilmu pengetahuan
Berkembangnya ilmu pengetahuan masa kerajaan syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasannya mujtahid tidak terputus selamanya.
Beberapa ilmuan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu: Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang filosof dan Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, seorang filosof ahli sejarah, teolog seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.
5.    Bidang kesenian
Kemajuan tampak begitu jelas dengan gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada masjid syah yang di bangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian. Seni lukis mulai di rintis sejak zaman Tamasp 1, raja ismail pada tahun 1522 M. Membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard (Marshal G.S Hodson, t.t.:40). Pada zaman Abbas 1 berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair.[24]
3. Kemunduran Kerajaan syawafi
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuankemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya (Abbas I). Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi.[25]
Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat  besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Abad 18 merupakan abad dimana islam terbagi menjadi tiga kerajaan besar yaitu turki usmani, mughal dan safawi. Turki usmani terletak dikawasin turki dan didirikan oleh usman bin ertagrol, kerajaan ini mengalami masa keemasan pada pemerintahan sultan sulaiman al qonuni. Kerajaan mughal berada di India dan didirikan oleh zahirudin babur, kerajaan ini mengalami masa kejayaan pada masa akbar. Kerajaan safawi berada di daerah persia dengan pendirinya abbas. Kerajaan-kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan dapat bertahan cukup lama.
Sebab-sebab dari kemunduran kerajaan tersebut adalah karena lemahnya generasi penerus serta ancaman dari luar. Setelah tiga kerajaan tersebut islam terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil hingga berlanjut menjadi seperti saat ini.

3.2 Saran
Melihat darisejarah umat islam di zaman dahulu seharusnya kita sebagai generasi muda islam merasa bangga dan semakin meningkatkan kecintaan kita terhadap islam serta berusaha untuk meraih kembali kejayaan islam seperti zaman dahulu.










DAFTAR PUSTAKA

Amir, Samsul Munir. 2009.Sejarah Peradaban Islam. Amzah: Jakarta
Hamka, Sejarah Umat Islam III, Bulan Bintang, Jakarta, 1981
Hasan, Ibrahim Hasan, Mausu’at al-Tarikh al-Islami V, Maktabah al Nahdhah al-Misriyah, Kairo,1967
Lupidus , Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999
Mughni, A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Logos, Jakarta, 1997
Sodikin, Ali dkk. 2003. Sejarah Peraban Islam. Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga & LESFI: Yogyakarta
Supriyadi, Dedi. 2008.Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Setia: Bandung
Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang
Thohir, Ajib, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004
Yatim, Badri. 2008.Sejarah Peradaban Islam. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta


















[1] Hamka, Sejarah Umat Islam III, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hal. 205.
[2] Hasan Ibrahim Hasan, Mausu’at al-Tarikh al-Islami V, Maktabah al Nahdhah al-Misriyah, Kairo, 1967, hal.  324-325.
[3] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 130.
[4] Mughni, A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Logos, Jakarta,1997, hal. 54.
[5] Samsul Munir munir.Sejarah Peradaban Islam. Amzah, Jakarta, 2009, hal. 195.
[6]Ali sodikin dkk. Sejarah Peraban Islam. Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga & LESFI: Yogyakarta. 2003. Hal. 155.
[7] Samsul Munir munir. Op cit, hal. 199.
[8] Ali sodikin dkk. Op cit. Hal. 156.
[9] Ira M lupidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 499.
[10] Badri yatim, op cit, hal. 136.
[11] Ibid,  hal. 137.
[12] Ibid,. hlm. 145
[13] Ibid, hlm. 147
[14] Badri yatim, op cit, hal 225.
[15] Ajib thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Hal. 256.
[16]  Dedi supriadi, Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Setia: Bandung. 2008. Hal. 262.
[17]Jaih  Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. Cv. Pustaka Islamika: Bandung,2008, hal 224.
[18] Ali sodikin dkk. Op cit, Hal. 221.
[19] Dedi supriadi, op cit, hal 263.
[20] Fatah Syukur. Sejarah Peradaban Islam. PT. Pustaka Rizki Putra. Semarang. 2009.Hlm. 150
[21] Badri yatim. Op cit. Hal. 138.
[22]  Thohir, op cit, hal 167.
[23] Hamka, op cit, hal 70.
[24] Hamka, op cit, hal 70.
[25] Hamka, op cit, hal 71.

Komentar