1.
ASBABUN NUZUL
1.1
Definisi Asbabun Nuzul
Asbabun
Nuzul berasal dari kata asbab dan nuzul. Kata asbab merupakan bentuk jamak dari
sababun yang berarti sebab atau alasan, sedangkan kata nuzul berasal dari kata
nazala yang berarti turun. Maka dari itu secara terminologi asbabun nuzul diartikan
sebagai sebab – sebab khusus yang melatar belakangi turunnya Al – Qur’an. Adapun
pendapat – pendapat para ulama’ mengenai Asbabun Nuzul :
1.
Az –
Zarqani
Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya
dengan turunnya ayat Al – Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa
tersebut terjadi
2.
Shubhi
Shalih
ماَنُزِلَةِالأَيَةُ اَوِالْاَياَتُ بِسَبَبِهِ
مُتَضَمِّنَةً لَهُ اَوْمُجِيْبَةً عَنْهُ أَوْمُبِيْنَةًلِحِكَمِهِ زَمَنَ
وُكُوْعِهِ
Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat
yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau
menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu.
3.
Ash
– Shubuni
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
turunnya satu atau beberapa ayat mulia kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama
4.
Mana’
Al – Qhathan
ماَنُزِلَ قُرْآنٌ بِشَأْنِهِ وَقْتَ وُقُوْعِهِ
كَحاَدِثَةٍ اَوْسُؤَالٍ.
Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau
beberapa ayat. Al – Qur’an (ayat – ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu,
sebagai respon atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum – hukum disaat
peristiwa itu terjadi
5.
Al –
Wakidy
Asbabun Nuzul adalah peristiwa sebelum turunnya ayat, walaupun
sebelumnya itu masa jauh. Seperti adanya peristiwa gajah dengan surat Al – Fiil
Jadi yang disebut dengan Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi
sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu pernyataan yang
menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelas yang diturunkan
pada waktu terjadinya suatu peristiwa. Dalam hal Asbabun Nuzul, ucapan seorang
Tabi’i (generasi sesudah sahabat Nabi) tidak dapat dipandang sebagai hadist
shahih kecuali jika diperkuat oleh hadist mursal lainnya yang diriwayatkan oleh
seorang imam ahli tafsir yang dapat dipastikan mengambil hadist itu dari
sahabat Nabi. Para imam ahli tafsir itu antara lain : ‘Ikrimah, Mujahid, Sa’ad
bin Jabir, ‘Atha, Hasan Bashri, Sa’id bin Musayyab, dan Adh – Dhahhak.
1.2
Urgensi Klasifikasi
Sabab
al nuzul ditinjau dapat dari berbagai aspek, jika ditinjau dari aspek bentuk
asbabun nuzul dibagi menjadi dua bentuk, yang pertama berbentuk peristiwa dan
yang kedua berbentuk pertanyaan. Asbabun nuzul berbentuk peristiwa ada tiga
macam yaitu pertengkaran, kesalahan yang serius, dan cita-cita dan harapan.
Asbabun nuzul yang berbentuk pertanyaan dapat pula dibagi menjadi tiga macam
yaitu pertanyaan tentang masa lalu, masa yang sedang berlangsung dan masa yang
akan datang.
Dari
segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi menjadi
ta,addud al asbab wa al nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti
persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan
ta,addud al nazil wa al asbab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat
atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab turunnya satu).
Sebab turun ayat disebut ta,addud bila ditemukan dua riwayat yang berbeda atau
lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya
sebab turun itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu. Suatu
ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta,addud al nazil bila inti
persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab
tertentu lebih dari satu persoalan.
Dilihat
dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an nuzul
terdapat dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan
riwayat asbab an nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan).
Redaksi sharih artinya riwayat sudah jelas menunjukkan asbab an nuzul, dan
tidak mungkin menunjukkan yang lainnya. Redaksi dikatan sharih bila perawi
mengatakan:
سَبَبُ نُزُولِ هَذِهِ الايَةِ هذَا.......
“Sebab
turun ayat ini adalah...”
Atau
ia menggunakan kata maka (fa taqibiyah) setelah mengatakan peristiwa tertentu.
Umpamanya ia mengatakan:
حَدَثَ هَذَا.... فَنَزَلَتِالايَةُ.....
“Telah terjadi.... maka turunlah ayat...”
Contoh
riwayat asbab an nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah riwayat yang
dibawakan oleh jabir yang mengatakan bahwa orang-orang yahudi berkata “ apabila
seorang suami mendatang kubul istrinya dari belakang, anak yang lahir akan
juling”. Maka turunlah albaqarah ayat 223.
نِسَّاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُم فَأْتُوْحَرْثَكُمْ أَنّى شِئْتُمْ
Artinya
: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam maka
datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki” (Q.S.
Al-Baqarah : 223).
Adapun
redaksi yang termasuk muktamilah bila perawi mengatakan :
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فَى كَذَا....
“Ayat ini diturunkan berkenaan dengan....”
Atau
أَحْسِبُ هَذِهِ الايَةُ نَزَلَتْ فَى كَذَا.....
“Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan....”
1.3
Karakteristik Asbabun Nuzul
Redaksi atau sighat yang digunakan untuk mengungkapkan
asbabun nuzul berbeda-beda antara lain :
1.
ada
yang jelas menunjukkan asbabun nuzul misalnya :
سبب نزل الاية كذا......
2.
ada
yang diungkapkan tidak dengan kata sebab, tetapi memakai
"ف" yang diletakkan pada ayat setelah suatu peristiwa
diceritakan.
3.
Ada
yang dapat dipahami dari konteks ungkapan itu disampaikan, seperti jawaban
rasul terhadap suatu pertanyaan. Konteks seperti ini menjelaskan secara
langsung tentang asbabun nuzul.
4.
Ada
juga riwayat yang menggunakan redaksi:
نزلت هذه الآية في كذا.....
Akan
tetapi, redaksi seperti ini tidak dapat dipastikan untuk menunjukkan asbabun
nuzul. Sighat ini mungkin dapat menjelaskan asbabun nuzul, tapi juga dapat
menjelaskan hukum yang ada padanya. Untuk menentukan antara keduanya diperlukan
dalil atau qarinah lain yang dapat membantu.
1.4 Urgensi
Faedah
Asbabun Nuzul adalah merupakan salah satu jalan yang tepat untuk
memahami Al – Qur’an. Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul untuk mengetahui
bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum, menentukan hukum (takhshish)
dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu ibarat itu dinyatakan
berdasarkan sebab khususnya. Menghindarkan prasangka yang mengatakan ati hashr
dalam suatu ayat yang zhahirnya hashr. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi
sebab turunnya ayat serta memberikan ketegasan bila terdapat keragu – raguan. Adapun
beberapa pendapat para ulama’ mengenai pentingnya mempelajari Asbabun Nuzul :
1.
Imam
Al – Wahidi mengatakan “Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat,
tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu
2.
Imam
Ibnu Daqieq al – Ied mengemukakan bahwa keterangan sebab turunnya ayat adalah
cara yang kuat dan penting dalam memahami makna – makna Al – Qur’an
3.
Ibnu
Taimiyah mengatakan “Mengetahui Asbabun Nuzul sangat membantu untuk memahami
ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan mendapatkan ilmu Musabbab
Ilmu Asbabun Nuzul merupakan ilmu yang sangat penting dalam
menunjukkan hubungan anatra teks dan kenyataan. Dalam uraian lebih rinci,
urgensi Asbabun Nuzul dalam memahami Al – Qur’an
1.
Membantu
dalam memahami ayat – ayat Al – Qur’an dan mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan dari ayat – ayat tersebut. Sebagai contoh didalam Al – Qur’an
surah Al – Baqarah (2):115
ولله المشرق والمغرب
فأينما تولوا فثم وجه الله
Artinya : “Dan kepunyaan Allah
lah timur dan barat, maka kemampuan kamu menghadap disitulah wajah Allah”
Hal
tersebut jika dalam kasus Shalat dengan melihat ayat di atas, seseorang boleh
menghadapkiblat ketika shalat. Akan tetapi, setelah melihat Asbabun Nuzul
kekeliruan interpretasi tersebut sangat jelas, sebab ayat diatas berkaitan
dengan seseorang yang sedang dalam perjalanan dan melakukan shalat di atas
kendaraan dan tidak mengetahui dimana arah kiblat
2.
Mengatasi
keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum, seperti yang terdapat
dalam surah Al – An’am (6):145 dikatakan
قُلْ
لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا
أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْم خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ
رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ
وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمَ
Artinya
: “Katakan tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi. Karena
sesungguhnya semua barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya TuhanMu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Menurut Imam Asy – Syafi’i diturunkan sehubungan
dengan orang – orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu, kecuali apa telah
dihalalkan Allah, dan menghalalkan yang telah diharamkan Allah merupakan kebiasaan
orang – orang kafir, terutama orang Yahudi, maka turunlah ayat diatas
3. Mengkhususkan
hukum yang terkandung dalam ayat Al – Qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa
yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan bukan lafadz yang
bersifat umum
4. Mengidentifikasi
pelaku yang menyebabkan turunnya Al – Qur’an sebagaimana kasus Aisyah yang
pernah menjernihkan kekeliruan Marwan yang menunjuk Abdul Rahman Ibn Abu Bakar
sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat. Untuk meluruskan masalah ini, Aisyah
berkata kepada Marwan “Demi Allah, bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun,
dan aku sanggup menyebutkan siapa orang yang sebearnya”
5. Memudahkan
untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk menetapkan wahyu ke dalam hati
orang yang mendengarnya, hal ini karena hubungan sebab akibat hukum, peristiwa
dan pelaku, masa dan tempat merupakan jalinan yang dapat mengikat hati
2. AL – MAKKY DAN MADANI
2.1 Definisi Makky dan Madani
Makky adalah ayat –
ayat Al – Qur’an yang diturunkan di kota Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan
Madany adalah ayat – ayat Al – Qur’an yang diturunkan di kota Madinah dan
sekitarnya hal ini jika dikategorikan dari tempatnya. Sedangkan jika
dikategorikan dari waktunya Makky adalah ayat – ayat yang turun sebelum Nabi
hijrah ke Madinah walaupun ayat tersebut diturunkan dikota Madinah. Sedangkan
Madany adalah ayat – ayat Al – Qur’an
yang diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah walaupun ayat tersebut turun di
kota Mekkah. Jika dilihat dari perwahyuan Makky adalah ayat – ayat yang
diturunkan dengan menyinggung orang – orang Mekkah, baik turunnya di Mekkah
ataupun di Madinah baik sebelum dan sesudah hijrah, maka ayat tersebut disebut
dengan Makkiyah. Sedangkan Madany adalah ayat – ayat yang menyinggung penduduk
Madinah, baik turun di kota Mekkah atau Madinah, baik sebelum atau sesudah
hijrah tetap disebut Madaniyah. Jika dikategorikan mulaahazhatu ma tadhammanat
as-suuratu (kriteria), Makkiyah adalah surat
yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi atau Rasul terdahulu. Sedangkan
Madaniyah adalah surat yang berisi hukum hudud, faraid dan sebagainya.
2.2 Cara- Cara Mengetahui Makkiyah Dan Madaniyah
1. Pendekatan
transmisi (periwayatan)
Dengan pendekatan
transmisi, para sarjana muslim merujuk pada riwayat-riwatar valid yang bersalah
dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinannya menyaksikan
turunnya wahyu, atau para generasi tabi’in yang saling berjumpa dan mendengar
langsung dari sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses
kewahyuan al-Quran, termasuk didalamnya adalah informasi kronologi al-Quran.
2. Pendekatan
analogi
Ketika melakukan
kategorisasi makkiyah dan madaniyah, para sarjana muslim penganut pendekatan
analogi bertolak dari ciri-ciri spesifikasi dan kedua klasifikasi. Dengan
demikian, bila dalam surat makkiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki
ciri-ciri khusus madaniyah ayat ini termasuk kategori madaniyyah. Tentu saja
ulama-ulama menetapkan pula ciri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi tersebut,
umpanya menetapkan temaa kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri
khusus makkiyah dan tema menetapkan fara’idh dan ketentuan hadd sebagai ciri
khusus madaniyah.
2.4 Karakteristik
1.
Makkiyyah
a. Didalamnya
terdapat ayat sajdah
b. Ayat-ayatnya
dimulai dengan kata kalla
c. Dimulai
dengan ungkapan yaa ayyuhannas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan ungkapan
yaa ayyuhalladzina kecuali surah al hajj ayat 22.
d. Ayat-aytnya
mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
e. Ayat-ayatnya
berbicara mengenai kisah nabi adama dan iblis kecuali surah al-baqarah ayat 2.
f. Ayat-ayatnya
dimulai denga huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam
mim.
2. Madaniyah
a. Mengandung
ketentuan fara’idh dan hadd
b. Mengandung
sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surah al ankabut.
c. Mengandung
uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab
d. Sedangkan
berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri spesifik
makkiyyah dan madaniyyah sebagai berikut :
1. Makkiyyah
a. Menjelaskan
ajakan monoteisme, ibadah hanya kepada Allah semata, penetapan risalah
kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan
perihalnya, neraka dan siksaannya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat
kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional dan naqli.
b. Menetapkan
fondasi-fondasi umum bagai pembentukan hukum syara’ dan keutamaan akhlak yang
harus dimiliki anggota masyarkat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap
kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, misalnya mengambil harta anak
yatim secara dzalim serta uraian tentang hak-hak
c. Menuturkan
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan muhammad dalam
menghadapi tantangan-tantangan kelompok musrikin.
a. Ayat
dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras.
b. Banyak
mengandung kata-kata sumpah.
2. Madaniyyah
a. Menjelaskan
permasalahan ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan
jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan
peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’.
b. Mengkhitabi
ahli kitab yahudi dan nasrani dan mengajaknya masuk islam, menguraikan
perbuatan mereka yang telah menyimpangkan kitab Allah dan menjauhi kebenaran
serta perselisihan setelah datang kebenaran.
c. Mengungkan
langkah-langkah orang-orang munafik
d. Surah
dan sebagian ayatnya panjang serta menjelaskan hukum secara jelas dan
menggunkan ushlub yang jelas pula.
2.5 Klasifikasi Ayat Dan Surat Al- Quran
Menurut edisi standart
mesir, 86 surat termasuk dalam periode makkah, sedangkan 28 lainnya berasal
dari periode madinah. Dasar determinasi kronologis ini adalah permulaan surat.
Sebuah surat, misalnya dianggap dari makkah jika ayat awalnya diturunkan di makkah,
meskipun berisi juga ayat-ayat yang ditirunkan di madinah. Terkadang ada juga
perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai apakah surat ini termasuk
makkiyyah dan madaniyyah. Tidaklah mengejutkan jika prinsip klasifikasi yang
diterapkan kaum muslimin menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Jika
dibandingkan dengan yang disimpulkan oleh para sarjana barat.
a. Sistem
penanggalan makkiyah dan madaniyyah yang telah dikemukakan sejauh ini
didasarkan pada tiga asumsi yaitu:
b. Surat-surat
Al-Quran yang ada sekarang merupakan unit-unit wahyu orisinil.
c. Memungkinkan
untuk menetapkan tatanan kronologisnya.
d. Bahan-bahan
tradisonal termasuk literatur hadits, sirah (sejarah), asbabun nuzul,
nasikh-mansuk, serta kitab-kitab tafsir bilma’tsur telah menyediakan suatu
basis yang kokoh untuk penanggalan surat-surat Al-Quran.
2.6 Urgensi Faedah
Adapun faedah untuk
mengetahui Makkiyah dan Madaniyah adalah untuk dijadikan alat bantu dalam
menafsirkan Al – Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkan dengan tafsiran yang benar,
sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz bukan sebab yang
khusus. Selain itu untuk meresapi gaya bahasa Al – Qur’an dan memanfaatkannya
dalam metode berdakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap situasi mempunyai
bahasanya tersendiri. Juga untuk mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat Al
– Qur’an, sebab turun wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan
segala peristiwa yang menyertainya baik pada periode Mekkah maupun Madinah.
An naisaburi dalam
kitabnya al-tanbih ‘ala fadhl ‘ulum al-Quran, memandang makkiyah dan madaniyyah
sebagai ilmu alQuran yang paling utama. Sementara itu manna’ Al-Qththan mencoba
lebih jauh lagi mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyyah dan madaniyyah sebagai
berikut:
1. Membantu
dalam menafsirkan Al-Quran
Pengetahuan tentang
mufasir dalam peristiwa turunnya Al-Quran tentu akan membantu memahami dan
menafsirkan ayat-ayat A-Quran, kendati ada teori yang mengatakan bahwa keumuman
redaksi ayat yang harus menjadi patokan dan bukan kekhususan sebab.
2. Pedoman
bagi langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi tentu
memerlukan ungkapan yang relevan. Ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan
ayat-ayat makkiyyah dan madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara
menyampaikan dakwah agae relevan dengan orang yang diserunya.
3. Memberi
informasi tentang sirah kenabian
Penahan turunnya wahyu
adalah seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di Makkah atau di Madinah,
mulai diturunkannya wahyu pertama sampai diturunnkannya wahyu terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori. 2013. Ulumul Quran. Surabaya : Dunia
Ilmu.
Anwar, Abu. 2005. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar.
Jakarta: Amazah.
Anwar, Rosihon. 2000. Ulumul Quran. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Madyan, Ahmad Syams. 2008. Peta Pembelajaran
Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munawir, Ahmad Warson. 1997. Almunawwir Kamus
Bahasa Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.
Shalih, Subhi As. 1993. Membahas Ilmu-Ilmu Alquran.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. 2002. Ilmu-Ilmu
Alquran. Semarang: Pustaka Rizki.
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an.
Jakarta : Rajawali Press.
Syadali, Ahmad. 1997. Ulumul Quran 1. Bandung :
CV Pustaka Setia.
Wahid, Ramli Abdul. 1996. Ulumul Quran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar